BONE
Analisa peluang pasar
Perkebunan besar (Tebu) dan perkebunan rakyat (Tebu rakyat) memasok tebu sebagai bahan baku gula ke 2 pabrik gula di Kabupaten Bone yaitu pabrik gula Arasoe dan Pabrik Gula Camming namun tidak menutup kemungkinan tebu rakyat untuk memasuki pasar nasional dan internasional jika produksinya bisa ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan industri gula nasional maupun internasional.
Peluang pasar untuk komoditas kelapa dalam dan kelapa hibrida cukup besar terutama untuk industri minyak goreng baik nasional maupun internasional sampai saat ini komoditas kelapa Kabupaten Bone telah memasuki pasar nasional untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Disamping itu bagian-bagian kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
1. Batang, Batang kelapa tua dapat dijadikan bahan bangunan (batang tua dan kering sangat tahan terjhadap sengatan rayap), mebel (Kayu dari pohon kelapa yang dijadikan mebel dapat diserut sampai permukaannya licin dengan tekstur menarik), jembatan darurat, kerangka perahu dan kayu bakar.
2. Daun, daun kelapa digunakan untuk hiasan dan janur, ketupat dan atap. Tulang daun atau lidi dijadikan barang anyaman, sapu lidi dan tusuk sate.
3. Nira juga dapat dikemas sebagai minuman ringan.
4. Buah, banyak dari bagian buah merupakan bahan yang bermanfaat. Sabuk kelapa yang telah dibuang gabusnya merupakan serat alami yang berharga mahal untuk pelapis jok dan kursi, serta untuk pembuatan tali.
5. Tempurung kelapa dapat dibakar langsung sebagai kayu bakar biasa atau diolah arang aktif yang diperlukan oleh berbagai industri pengolahan.
6. Daging kelapa merupakan bagian yang paling penting dari komoditi asal pohon kelapa. Daging kelapa yang cukup dibuang, diolah menjadi kelapa parut, santan, kopra, dan minyak goreng. Sedang daging kelapa muda dapat dijadikan campuran minuman cocktail dan dijadikan sebagai selai. Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kecap dan sebagai media fermentasi nata de coco.
Peningkatan harga kopi dipasaran intrnasional sejak april 2007 disebabkan oleh suplai kopi dunia menurun dari negara-negara penghasil kopi dunia seperti Brasil dan Vietnam hingga 20% akibat harga kopi yang anjlok pada tahun sebelumnya. Hal ini merupakan peluang yang seharusnya dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar komoditi kopi.
Kapasitas ekspor kopi dari Sulawesi Selatan sekitar 100.000 ton pertahun, atau menyumbang sekitar 90% dari total ekspor Indonesia. Namun kapasitas dan kualitas produksi kopi negara-negara pesaing tidak bisa diabaikan, mengingat produksi kopi rakyat dalam negeri tidak terlepas dari kebiasaan memanipulasi mutu.
Perkopian Indonesia akan melakukan pengendalian mutu langsung ke desa-desa, dengan memantapkan produksi kopi yang memenuhi Standar kopi biji langsung oleh petani-pekebun kopi, menggantikan kopi asalan. Pelaksanaan standar mutu secara
mantap dengan jalan : Pembinaan petugas pengambil contoh dengan sanksi-sanksi sampai ke pelaksanaan di laboratorim-laboratorim penguji mutu. Di samping itu akan diharuskan menggunakan segel untuk semua karung yang telah diuji mutunya
Biji kakao sebagai salah satu bahan baku dalam industri makanan, dituntut bermutu baik agar tidak merusak cita rasa makannan yanga diproduksi. Untuk menghasilkan biji bermutu baik, diperlukan tanaman kakao unggul yang dibudidayakan secara intensif.
Komoditi kakao dan produk olahannya merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang memiliki prospek cerah ke depan. Baik ditinjau dari aspek pemasaran maupun dari potensi lahan yang dimiliki. Namun perbaikan mutu biji kakao perlu dilakukan secara simultan dan terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir agar produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan disukai oleh konsumen baik lokal maupun internasional.
Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stbil dan cukup tinggi maka perluasan areal perkebunan kakao di Kabupaten Bone diharapkan akan terus berlanjut serta peningkatan mutu komoditi kakao dan produk turunannya. Dana pemerintah diharapkan dapat berperan dalam memberikan pelayanan yang baik dan dukungan fasilitas yang tidak bisa ditanggulangi oleh petani seperti biaya penyuluhan dan bimbingan, pembangunan sarana dan prasarana jalan dan telekomunikasi, dukungan pengendalian hama PBK secara nasional, dukungan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan industri hilir.
Manfaat Tanaman jambu mete merupakan komoditi ekspor yang banyak manfaatnya, mulai dari akar, batang, daun, dan buahnya. Selai itu juga biji mete (kacang mete) dapat digoreng untuk makanan bergizi tinggi. Buah mete semua dapat diolah menjadi beberapa bentuk olahan szeperti sari buah mete, anggur mete, manisan kering, selai mete, buah kaleng, dan jem jambu mete. Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat. Apabila terkena udara, cairan tersebut menjadi hitam. Cairan dapat digunakan bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan bewarna. Selain itu, kulit batang pohon jambu mete juga berkhasiat sebagai obat kumur atau obat sariawan. Batang pohon mete menghasilkangum atau blendok untuk bahan perekat buku. Selain daya rekatnya baik, gum juga berfungsi sebagai anti gengat yang sering mengerogoti buku. Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci perut. Daun jambu mate yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap, terutama di daerah Jawa Barat. Daun yang tua dapat digunakan untuk obat luka bakar. Jambu mete pun sudah mulai memasuki pasar nasional bahkan mulai mengarah ke pasar ekspor.
Cengkeh bersama dengan tembakau memiliki peluang pasar bukan hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan industri rokok yang merupakan industri besar dunia maupun di dalam negeri.
Vanili dan wijeng merupakan bahan baku industri makanan dalam negeri dan juga di luar negeri, komoditas vanili Kabupaten Bone sudah diekspor ke luar negeri untuk memenuhi permintaan pasar internasional untuk industri makanan, sedangkan wijeng masih dipasarkan dipasaran lokal meskipun potensi lahan dan produksinya cukup besar untuk dikembangkan yaitu 107 Ha dengan produksi 36 ton pada tahun 2007.
Aren merupakan bahan baku industri gula merah yang selanjutnya menjadi bahan baku industri makanan lainnya, sampai saat ini Komoditas aren masih dipasarkan dipasar lokal saja namun tidak menutup kemungkinan akan memasuki pasar nasional utnuk memenuhi kebutuhan industri makanan dalam negeri.
Sagu Merupakan bahan makanan pokok ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung dan memiliki peluang pasar yang cukup luas baik pasar nasional maupun pasar internasional untuk memenuhi kebutuhan industri Makanan dan restoran.
Perdagangan komoditas Kemiri, termasuk dalam golongan perdagangan besar (provinsi) bahkan memiliki peluang untuk memasuki pasar nasional dan pasar internasional untuk memenuhi permintaan industri makanan dan restoran selain sebgai bumbu juga bisa diolah menjadi minyak kemiri dan lain sebagainya.
Lada, dari petani pekebun lada dijual ke pedagang pengumpul untuk dipasarkan ke pasar nasional dan pasar internasional untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan restoran.
Pinang, memiliki peluang pasar yang lebih baik hingga saat ini pinang sudah memasuki pasar propinsi melalui pedagang besar.
Kayu manis, jahe, kunyit, kencur, sereh wangi, temu lawak, lempuyang, lengkuas hingga tahun 2007 pemasarannya terbatas pada pasar lokal saja padahal jika dikembangkan dan didorong jangkauan pemasarannya bisa memasuki pasar nasional terutama untuk memenuhi kebutuhan industri makanan, restoran dan industri jamu.
Kapuk merupakan bahan baku kasur, bantal dan lain sebagainya, sampai saat ini pemasarannya masih terbatas pada pasar lokal, demikian juga pinang, siwalan dan nipa Pemasarannya masih terbatas yang bisa ditafsirkan peminat untuk komoditas ini masih terbatas.
Analisa kemampuan bersaing
Jangkauan pemasaran komoditas sub sektor Kehutanan dan Perkebunan sebagian sudah mulai diekspor, sebagian masih terbatas pada pasar nasional dan pasar kabupaten saja. Namun sebagian besar komoditas sub sektor kehutanan dan perkebunan punya peluang untuk menjangkau pasar nasional maupun pasar internasional mengingat komoditas yang ada sebagian merupakan produk yang dibutuhkan sebagai bahan baku pada industri makanan didalam negeri maupun diluar negeri.
Komoditas Tebu baik pada perkebunan besar maupun pada perkebunan rakyat dipasarkan di Kabupaten Bone sendiri yaitu menjadi pemasok pada industri pabrik gula Arasoe dan Camming.
Komoditas Kakao, Vanili memiliki luas wilayah pemasaran yang lebih luas dibanding komoditas lainnya yaitu Perdagangan besar dan sudah memasuki pasar internasional (Ekspor) yang berarti daya terobos (penetrasi) pasar kedua komoditas semakin luas, yang berarti komoditas Kakao dan Vanili Kabupaten Bone sudah mampu bersaing dengan negara lain di dunia pada komoditas yang sama.
Tembakau memiliki luas wilayah Pemasaran nasional (antar pulau) yang berarti daya terobos (penetrasi) komoditas ini cukup luas yaitu sudah mampu bersaing dengan propinsi lain pada komoditas yang sama. Namun punya peluang yang cukup besar untuk memasuki wilayan pemasaran internasional mengingat tembakau merupakan bahan baku industri rokok di dalam maupun di luar Negeri .
Komoditas Jambu mete, kelapa dalam, kelapa hibrida, kemiri, cengkeh lada, pinang dan kopi memiliki luas wilayah pemasaran regional dan mulai mengarah ke pasar nasional yang berarti daya terobos (penetrasi) pasar komoditas-komoditas ini semakin besar untuk menerobos pasar nasional dan siap untuk bersaing dengan propinsi lain di Indonesia pada komoditas yang sama.
Kapuk, Aren, Siwalan, Sagu, Asam jawa, Nipa, Kayu manis, Jahe, Kunyit, Kencur, Sereh wangi, Temu lawak, Lempuyang, Lengkuas dan wijeng memiliki luas pemasaran yang masih terbatas pada pasar lokal yang berarti daya terobos (penetrasi) pasar komoditas ini sangat terbatas.
Analisa keterkaitan industri hulu-hilir
Kaitan kedepan ( for-ward-lingkage)
Kaitan ke depan (keterkaitan dengan industri hilir) diartikan sebagai seberapa jauh sektor atau industri mampu menciptakan output sebagai input dalam penggunaan akhir sehingga menciptakan penawaran turunan.
Komoditas Tebu menjadi input pada industri pabrik gula, dan pedagang gula, komoditas kelapa dalam, kelapa hibrida menjadi input pada industri minyak goreng, industri kopra dan pedagang kelapa, minyak goreng dan kopra.
Komoditas kopi menjadi input untuk industri pengolahan kopi dan pedagang kopi (pedagang besar, pedagang perantara dan pedagang eceran). Demikian pula untuk komoditas kakao merupakan bahan baku bagi industri coklat bubuk dan batangan, Industri makanan (Kue kering, kue basah, susu, Waper dan lainnya), dan selanjutnya menjadi input pada usaha perdagangan coklat yang belum diolah yaitu pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk di ekspor serta yang telah diolah oleh industri terkait menjadi input pada usaha perdagangan baik pedagang besar, pedagang perantara maupun pedagan eceran.
Kemiri yang belum diolah menjadi input bagi pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk diperdagangkan antar kabupaten dan antar propinsi serta menjadi input pada industri pengolahan kemiri menjadi bubuk kemiri atau minyak kemiri selanjutnya menjadi input pada pedagang besar, pedagang perantara dan pedagang eceran serta usaha restoran untuk memenuhi kebutuhan menu harian restoran.
Jambu mete dan wijeng yang belum diolah menjadi input bagi industri makanan (roti, kue kering, kue basah), pedagang pengumpul, pedagang besar untuk diperdagangkan antar kabupaten , antar propinsi bahkan untuk tujuan ekspor sedangkan jambu mete yang telah diolah oleh indutri makanan menjadi input bagi pedagang besar, pedagang perantara dan pedagang eceran.
Cengkeh dan tembakau yang belum diolah menjadi input pada pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk diperdagangkan antar propinsi dan untuk diekspor serta input bagi indutri rokok di dalam maupun di luar negeri sedangkan yang sudah diolah menjadi input bagi pedagang besar , pedagang perantara dan pedagang eceran.
Vanili yang belum diolah menjadi input pada pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk diperdagangkan antar propinsi dan untuk diekspor serta merupakan bahan baku industri makanan yang selanjutnya menjadi input bagi pedagang besar , pedagang perantara dan pedagang eceran.
Pinang yang belum diolah menjadi input pada pedagang pengumpul dan pedagang besar untuk diperdagangkan antar propinsi dan untuk diekspor
Aren merupakan bahan baku bagi industri gula merah dan selanjutnya menjadi input bagi pedagang perantara dan pedagang eceran.
Sagu selain sebagai makan pokok ketiga setelah padi dan jagung juga merupakan bahan baku bagi industri makanan (kue kering, kue basah dan lainnya) dan selanjutnya menjadi input bagi pedagang perantara dan pedagang eceran.
Lada, jahe, kunyit, kencur, sereh wangi, temu lawak, lempuyang, lengkuas, asam jawa menjadi input bagi industri yang mengola menjadi bumbu jadi dan input bagi industri jamu , pedagang eceran bagi yang belum diolah serta pedagang besar, pedagang perantara dan pedagang eceran.
Kapuk menjadi input bagi usaha pembuatan kasur, bantal dan lainnya serta bagi pedagang kapuk, pedagang kasur dan bantal.
Derajat kepekaaan (Backward-linkage)
Kaitan ke belakang (keterkaitan dengan industri hulu) diartikan sebagai seberapa jauh suatu sektor menciptakan permintaan turunan (derived demand) dengan kata lain apabila terjadi perubahan pada permintaan akhir akan mempengaruhi perubahan produk yang dipakai sebagai inputnya dalam proses produksi.
Apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir pada komoditas tertentu sub sektor tanaman pangan maka akan mempengaruhi kenaikan permintaan pada input pada proses produksi komoditas tersebut. Input yang dipakai dalam proses produksi sub sektor perkebunan adalah bibit tanaman, pupuk, air dan peralatan yang digunakan yang berpengaruh langsung pada industri pupuk, usaha pembibitan dan industri yang manghasilkan peralatan perkebunan.
Analisa kemudahan memperoleh bahan baku
Analisa ini merupakan salah satu aspek teknis yang mencerminkan sektor tertentu memperoleh bahan baku untuk produksinya. Bahan baku dapat mendorong kemampuan sektor perkebunan dalam produksinya. Sebaliknya bisa menjadi penghambat apabila bahan baku sulit diperoleh.
Semua komoditas dari sub sektor perkebunan memperoleh bahan baku dalam proses produksinya menunjukkan kesulitan pada tingkat yang terlalu tinggi yaitu sebagian besar bahan baku diperoleh dari dalam negeri yaitu bibit tanaman diperoleh dari swadaya masyarakat, pupuk diperoleh pabrik pupuk dalam negeri, bahkan dalam kabupaten sendiri sudah tersedia pabrik pupuk, kebutuhan air ditunjang oleh curah hujan yang cukup, pasang surut air laut, irigasi sederhana, irigasi setengah teknis, irigasi teknis. Sebagian peralatan diperoleh dari dalam negeri dan hanya sebagian kecil diperoleh dari luar negeri ( impor ) yaitu sebagian peralatan mesin yang digunakan dalam proses produksinya.
Analisa daya serap tenaga kerja
Analisa ini merupakan aspek ekonomi secara makro, ukuran daya serap tenaga kerja adalah elastisitas tenaga kerja dan konsep hulu-hilir atau kaitan antar sektor. Konsep elastisitas tenaga kerja adalah mengukur sampai seberapa jauh pengaruh perubahan produksi (pendapatan) terhadap perubahan tenaga kerja
Sub sektor perkebunan dikelola oleh 140.061 kepala keluarga. Kenaikan permintaan akhir pada berbagai komoditas sub sektor perkebunan akan berpengaruh pada kenaikan permintaan tenaga perja pada industri hulu (tenaga kerja pada pembibitan tanaman, tenaga kerja pada pabrik pupuk, tenaga kerja pada industri yang memproduksi peralatan baik peralatan sederhana maupun peralatan mesin) dan permintaan tenaga kerja pada industri hilir yaitu tenaga kerja pada pabrik tepung, pabrik roti, pabrik biskuit , pabrik gula, Industri pengolahan kopra, industri pengolahan kopi, industri rokok kretek, industri pengolahan tembakau, Industri gula merah, industri kelengkapan rumah tangga selain kayu ,bambu rotan yaitu kasur / bantal , industri minyak goreng.
Analisa kelayakan bagi produsen
Analisa ini memperkirakan pendapatan dan biaya bagi produsen komoditi yang terpilih yang selanjutnya akan memperkirakan kelayakan usaha. Kelayakan bisa diukur dengan menggunakan kriteria penilaian keuangan pengembangan komoditas yaitu dengan menggunakan kriteria : payback, net present value, internal rate of return dan benefit cost ratio.
0 komentar:
Posting Komentar