Minggu, 14 Juni 2009

PENDEKATAN BARU PENDIDIKAN KITA: Jalan Alternatif Mencerdaskan



Apa yang kadangkala membuat anak didik merasa takut, cemas, khawatir ketika manghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN) dan Ujian Akhir Sekolah (UAS), tidak lain adalah ketakutannya menghadapi soal ujian, kecemasannya ketika anak didik tidak menguasai meteri soal dan merasa khwatir tidak lulus dalam ujian tersebut. Hal itu memberikan sinyalmen kepada kita, bahwa anak didik benar- benar tidak matang baik dalam pengetahuan maupun mentalitas.
Tidak bisa dipungkiri atau kita bantah bahwa hal diatas terjadi hampir pada setiap institusi pendidikan kita. Jika hal tersebut terus berlangsung, maka dugaan kecurangan dalam institusi sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sampai hari ini masih akan berlangsung. Anak didik yang semestinya bahagia karena akan memasuki perkuliahan, ternyata harus diberikan sugesti kekhawatiran yang panjang akibat dari ketidakmatangannya dalam pengetahuan dan mental.
Disinilah kita harus melihat, apa sebenarnya yang menyebabkan itu semua terjadi, apakah karena tenaga pendidiknya, institusinya yang tidak terorganisir atau karena siswanya yang memang tidak bisa menerima transfer ilmu dari guru. Perlu diketahui juga, bahwa proses pembelajaran dalam kelas tidak semata- mata hanya melakukan aktivitas rutin, atau tidak hanya transfer ilmu dengan mengharapkan anak didik menghapal meteri pelajaran, tapi lebih dari itu ada hal yang lebih bermakna ketika proses pembelajaran dpat dilakukan dengan mengedepankan makna pembelajaran yang sesungguhnya sebagai hasil yang ingin dicapai. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang mesti diperbaiki dalam pembelajaran agar tidak lagi terjadi hal- hal negaif pada anak didik, ketika akan menyelesaikan studynya.
Perlunya sebuah pendidikan bagi manusia terlihat dalam setiap sendi- sendi kehidupan, bahwa untuk mengelola alam dan isinya ini perlu sebuah ilmu pengetahuan yang bisa diperoleh melalui pendidikan dan proses belajar. Banyak metode pendidikan yang berkembang dewasa ini, merupakan analisa terpenting untuk kemajuan dunia pendidikan.
Dalam siklus pendidikan bisa diungkapkan bahwa untuk memulai membangun kematangan anak didik, lebih menfokuskan kepada pendidikan masa kanak- kanak, karena kemampuan menerima pada fase kanak- kanak jauh lebih besar ketimbang fase umur setelahnya. Baru berjenjang menurut tingkatan umum berjenjang SD, SMP, SMU hingga Peguruan Tinggi. Apabila seseorang telah mencapai umur 50 tahun


maka kepribadiannya telah tetap dan sukar untuk dibentuk. Bagaimanapun juga manusia adalah mahkluk yang dapat berubah, misalnya dalam beragama seseorang dapat melakukan perubahan pada dirinya dengan jalan bertaubat ataupun kembali kepada keta’ atan, bahkan berungkali ia dapat mengubah dirinya meskipun telah berusia 100 tahun. Namun, tidak diragukan lagi bahwa kondisi kejiwaan seseorang terbentuk secara bertahap sehingga menjadi bakat yang apabila sudah terbentuk sukar untuk mengubahnya.
Penting bagi kita untuk melihat bagaimana cara pandang baru, yang muncul dari ilmu pengetahuan, mengubah sikap kita tentang pendidikan. Pendidikan tradisional menekankan penguasaan dan manipulasi isi. Para siwa menghapalkan fakta, angka, nama, tanggal, tempat, dan kejadian; mempelajari mata pelajaran secara terpisah satu sama lain; dan berlatih dengan cara yang sama untuk memperoleh kemampuan dasar menulis dan berhitung. Kita beranggapan bahwa jika siswa berkonsentrasi hanya untuk menguasai isi, mereka pasti memperoleh informasi mendasar tentang subjek yang mereka pelajari. Ilmu biologi dan fisika modern telah mengubah cara pandang tersebut. Penemuan ilmiah terbaru saat ini memberitahu kita bahwa justru hubungan antara bagian- bagian tersebutlah yaitu konteksnya yang memberikan makna.
Ahli fisika teoritis dan kosmolog matematikal, Brian Swimme, beserta rekannya, Thomas Berry, menekankan pola hubungan ini dengan mengatakan, ada berarti berhubungan karena hubungan adalah inti dari keberadaan.
Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkugan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui”- nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi disekolah- sekolah kita.
Banyak para ahli pendidikan kita telah memberikan informasi tentang metode pendekatan dalam pembelajaran yang ideal, namun untuk pelaksanaanya masih perlu instrument yang jelas dalam mencapai arah pendidikan yang dicita- citakan. Salah satunya adalah pendekatan kontekstual.
Pendekatan Kontekstual (Contextual, Teaching, and Learning (CTL)) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari- hari.
Landasan filosofis Pendekatan kontekstual (CTL) adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta- fakta atau proporsi yang mereka alami dalam kehidupannya. CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola- pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari- hari siswa.
Agar kesadaran siswa terhadap lingkungan ini dapat lebih ditingkatkan serta potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal, paradigma pembelajaran yang sedang berlangsung perlu disempurnakan, khususnya terkait dengan cara sajian pelajaran dan suasana pembelajaran. Paradigma “baru” ini dirumuskan seabgai: siswa aktif mengkonstruksi- guru membantu dengan sebuah kata kunci: memahami pikiran anak untuk membantu anak belajar. Paradigma baru ini dikenal dengan nama pendekatan kontekstual.
Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam kelas cukup mudah, dengan penerapan komponen utama dari pendekatan tersebut. Setiap komponen utama CTL mempunyai prinsip- prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika menerapkannya dalam pembelajaran. Prinsip- prinsip dasar yang dimaksud terlihat pada penjelasan berikut:
1) Konstruktivisme, komponen merupakan landasan filosofis (berpikir) pendekatan CTL. Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Karena itu, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide- ide yang ada pada dirinya.
2) Bertanya (questioning). Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.
3) Menemukan (inquiry). Komponen ini merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan- kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
4) Masyarakat Belajar (learning community). Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antarteman, baik didalam maupun diluar kelas. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi, sangat mendukung komponen learning community.
5) Pemodelan (modelling). Komponen ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan keapda siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya.
6) Refleksi (Reflection). Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
7) Penilaian Autentik (authentic assessment). Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman belajar siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata- mata pada hasil pembelajaran.
Sebelum penerapan pendekatan kontekstual (CTL) diterapkan dikelas, tentunya seorang guru perlu mempersiapkan segala sesuatunya dalam melaksanakan transfer ilmu kepada siswa, persiapan- persiapan yang dimaksud tentunya mempunyai tujuan- tujuan yang penting guna menciptakan kondisi belajar yang baik. Tujuan mempersiapkan pembelajar adalah:
1) Mengajak pembelajar keluar dari keadaan mental yang fasif atau resisten.
2) Menyingkirkan rintangan belajar.
3) Merangsang minat dan rasa ingin tahu pembelajar.
4) Memberi pembelajar perasaan positif mengenai, dan hubungan yang bermakna dengan topik penalaran.
5) Menciptakan pembelajar aktif yang tergugah untuk berpikir, belajar, mencipta, dan tumbuh.
6) Mengajak keluar dari ketarasingan dan masuk kedalam komunitas belajar.

Dengan pendekatan tersebut, memungkinkan kita untuk menghindarkan siswa dari ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran dalam proses pendidikannya kedepan. Alternative itu merupakan jalan baru dalam meningkatkan mutu pendidikan kita, karena bagaimanapun pembelajaran tidak cukup dengan hanya menghapal saja tanpa mengetahui manfaat dari apa yang telah dihapalkan terutama ketika akan diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari. Semua komponen harus berperan dalam proses tersebut, baik masyarakat, pemerintah terutama instrumen pendidikan sebagai ujung tombak dalam mendidik anak didik. Dengan pendekatan yang telah dibahas diatas, maka anak didik akan lebih merasa mempunyai arti karena mendapatkan pengetahuan yang bermakna dari metode pendekatan pembelajaran yang mengasyikan, untuk dukungan kita semua akan lebih mempercapat dalam pelaksanaan metode pendekatan yang baik sebagai alternatif dalam mencerdaskan anak didik demi kemajuan Indonesia yang kita cita- citakan.

0 komentar:

Posting Komentar

Ethiopia

Seseorang yang menjadi sumber kekuatan terbesar adalah pula sumber kelemahan terbesar

Kumpulan Blog Indonesia

CopyMIX


ShoutMix chat widget

Music

Google Music Search

NapoleonHILL

Kebijakkan yang sesungguhnya, biasanya tampak melalui kerendahan hati dan tidak banyak cakap

  ©Template by ji_aray_ininnawa.